IT FORENSIK DAN PERATURAN/HUKUM TENTANG REGULASI CYBER CRIME



1.     IT Forensik
A.    Audit Trail
Audit Trail merupakan salah satu fitur dalam suatu program yang mencatat semua kegiatan yang dilakukan tiap user dalam suatu tabel log. secara rinci. Audit Trail secara default akan mencatat waktu , user, data yang diakses dan berbagai jenis kegiatan. Jenis kegiatan bisa berupa menambah, merungubah dan menghapus. Audit Trail apabila diurutkan berdasarkan waktu bisa membentuk suatu kronologis manipulasi data.Dasar ide membuat fitur Audit Trail adalah menyimpan histori tentang suatu data (dibuat, diubah atau dihapus) dan oleh siapa serta bisa menampilkannya secara kronologis. Dengan adanya Audit Trail ini, semua kegiatan dalam program yang bersangkutan diharapkan bisa dicatat dengan baik.
Cara kerja Audit Trail
Audit Trail yang disimpan dalam suatu tabel
1. Dengan menyisipkan perintah penambahan record ditiap query Insert,       Update dan Delete
2. Dengan memanfaatkan fitur trigger pada DBMS. Trigger adalah kumpulan SQL statement, yang secara otomatis menyimpan log pada event INSERT, UPDATE, ataupun DELETE pada sebuah tabel.
    Fasilitas Audit Trail
Fasilitas Audit Trail diaktifkan, maka setiap transaksi yang dimasukan ke Accurate, jurnalnya akan dicatat di dalam sebuah tabel, termasuk oleh siapa, dan kapan. Apabila ada sebuah transaksi yang di-edit, maka jurnal lamanya akan disimpan, begitu pula dengan jurnal barunya.


Hasil Audit Trail
Record Audit Trail disimpan dalam bentuk, yaitu :
1.     Binary File – Ukuran tidak besar dan tidak bisa dibaca begitu saja
2.     Text File – Ukuran besar dan bisa dibaca langsung
3.     Tabel.

B.   Realtime Audit
Real Time Audit atau RTA adalah suatu sistem untuk mengawasi kegiatan teknis dan keuangan sehingga dapat memberikan penilaian yang transparan status saat ini dari semua kegiatan, di mana pun mereka berada. Ini mengkombinasikan prosedur sederhana dan logis untuk merencanakan dan melakukan dana untuk kegiatan dan “siklus proyek” pendekatan untuk memantau kegiatan yang sedang berlangsung dan penilaian termasuk cara mencegah pengeluaran yang tidak sesuai.
RTA menyediakan teknik ideal untuk memungkinkan mereka yang bertanggung jawab untuk dana, seperti bantuan donor, investor dan sponsor kegiatan untuk dapat “terlihat di atas bahu” dari manajer kegiatan didanai sehingga untuk memantau kemajuan. Sejauh kegiatan manajer prihatin RTA meningkatkan kinerja karena sistem ini tidak mengganggu dan donor atau investor dapat memperoleh informasi yang mereka butuhkan tanpa menuntut waktu manajer. Pada bagian dari pemodal RTA adalah metode biaya yang sangat nyaman dan rendah untuk memantau kemajuan dan menerima laporan rinci reguler tanpa menimbulkan beban administrasi yang berlebihan baik untuk staf mereka sendiri atau manajemen atau bagian dari aktivitas manajer.
Penghematan biaya overhead administrasi yang timbul dari penggunaan RTA yang signifikan dan meningkat seiring kemajuan teknologi dan teknik dan kualitas pelaporan dan kontrol manajemen meningkatkan menyediakan kedua manajer dan pemilik modal dengan cara untuk mencari kegiatan yang dibiayai dari sudut pandang beberapa manfaat dengan minimum atau tidak ada konsumsi waktu di bagian aktivitas manajer.

C.   Audit Forensik
Audit Forensik terdiri dari dua kata, yaitu audit dan forensik. Audit adalah tindakan untuk membandingkan kesesuaian antara kondisi dan kriteria. Sementara forensik adalah segala hal yang bisa diperdebatkan di muka hukum / pengadilan.
Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), forensic accounting / auditing merujuk kepada fraud examination. Dengan kata lain keduanya merupakan hal yang sama, yaitu:
“Forensic accounting is the application of accounting, auditing, and investigative skills to provide quantitative  financial information about matters before the courts.”
Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting (JFA) “Akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial atau administratif”.
Dengan demikian, audit forensik bisa didefinisikan sebagai tindakan menganalisa dan membandingkan antara kondisi di lapangan dengan kriteria, untuk menghasilkan informasi atau bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan.
Karena sifat dasar dari audit forensik yang berfungsi untuk memberikan bukti di muka pengadilan, maka fungsi utama dari audit forensik adalah untuk melakukan audit investigasi terhadap tindak kriminal dan untuk memberikan keterangan saksi ahli (litigation support) di pengadilan.
Audit Forensik dapat bersifat proaktif maupun reaktif. Proaktif artinya audit forensik digunakan untuk mendeteksi kemungkinan-kemungkinan risiko terjadinya fraud atau kecurangan. Sementara itu, reaktif artinya audit akan dilakukan ketika ada indikasi (bukti) awal terjadinya fraud. Audit tersebut akan menghasilkan “red flag” atau sinyal atas ketidakberesan. Dalam hal ini, audit forensik yang lebih mendalam dan investigatif akan dilakukan.

2.     Peraturan atau Hukum Tentang Regulasi
A.   Perbandingan cyber Law, Pasalnya Malaysia, Indonesia Singapore
CYBER LAW NEGARA INDONESIA : Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya. Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang. Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia.
Secara garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :
1. Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
2. Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
3. UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
4. Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
5. Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37), yaitu :
• Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
• Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
• Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
• Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
• Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
• Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
• Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
• Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?))


CYBER LAW NEGARA MALAYSIA : Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis. Para Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video.
CYBER LAW NEGARA SINGAPORE : The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapore. ETA dibuat dengan tujuan : • Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya; • Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin / mengamankan perdagangan elektronik; • Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan • Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll; • Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik; dan • Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik. Didalam ETA mencakup : • Kontrak Elektronik Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum. • Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan tersebut. • Tandatangan dan Arsip elektronik Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum. Di Singapore masalah tentang privasi,cyber crime,spam,muatan online,copyright,kontrak elektronik sudah ditetapkan.Sedangkan perlindungan konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya tetapi online dispute resolution sudah terdapat rancangannya.

B. Hak Cipta Hukumnya
Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.

C.   Undang Tentang Telekomunikasi, Penggunaan Sistem Informasi Yang Digunakan
Undang-undang nomor 36 tentang telekomunikasi berisi:

1.     Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya.
2.     Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
3.  Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi.
4.     Berdasarkan pasal 1 diatas dinyatakan bahwa telekomunikasi merupakan kebutuhan yang mendasar bagi kehidupan manusia sekarang ini. Kemudian telekomunikasi menjadi sangat penting karena dalam perkembangannya telekomunikasi bukan hal yang baru lagi dan juga dapat mendukung perekonomian oleh beberapa orang menjadi sumber penghidupan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 52 TAHUN 2000
TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan mengenai penyelengaraan telekomunikasi sebagimana diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi;

Mengingat : 
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881);

MEMUTUSKAN :
Menetapkan:PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1.  Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
2.      Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
3. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi.
4.      Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio.
5.  Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
6.   Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi.
7.    Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara.
8.     Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.
9.   Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.
10. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.
11. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan dan pengoperasiannya khusus.
12.  Interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara telekomunikasi yang berbeda.
13.  Kewajiban pelayanan universal adalah kewajiban yang dibebankan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi untuk memenuhi aksesibilitas bagi wilayah atau sebagian masyarakat yang belum terjangkau oleh penyelenggaraan jaringan dan atau jasa telekomunikasi.
14.  Menteri adalah Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.

BAB II 
PENYELENGGARAAN JARINGAN DAN JASA TELEKOMUNIKASI

Bagian Pertama
Penyelenggaraan Telekomunikasi

Pasal 2
Penyelenggaraan telekomunikasi dilaksanakan oleh penyelenggara telekomunikasi.

Pasal 3
Penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi:
a. penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;
b. penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
c. penyelenggaraan telekomunikasi khusus.

Pasal 4
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan huruf b dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
a.       Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
b.      Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
c.       Badan Usaha Swasta; atau
d.      Koperasi.

Pasal 5
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c dapat dilakukan oleh:
a.       perseorangan;
b.      instansi pemerintah; atau
c. badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.

Bagian Kedua
Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi

Pasal 6
(1)  Dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib membangun dan atau menyediakan jaringan telekomunikasi.
(2)   Penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam membangun jaringan telekomunikasi wajib memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam membangun dan atau menyediakan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mengikuti ketentuan teknis dalam Rencana Dasar Teknis.
(4)   Ketentuan mengenaai Rencana Dasar Teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 7
Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menjamin terselenggaranya telekomunikasi melalui jaringan yang diselenggarakannya.


Pasal 8
(1) Penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi melalui jaringan yang dimiliki dan disediakannya.
(2) Penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus merupakan kegiatan usaha yang terpisah dari penyelenggaraan jaringan yang sudah ada.
(3) Untuk menyelenggarakan jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib mendapatkan izin penyelenggaraan jasa telekomunikasi dari Menteri.

Pasal 9
(1) Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi terdiri dari :
a. penyelenggaraan jaringan tetap;
b. penyelenggaraan jaringan bergerak.
(2) Penyelenggaraan jaringan tetap dibedakan dalam :
a.       penyelenggaraan jaringan tetap lokal;
b.      penyelenggaraan jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh;
c.       penyelenggaraan jaringan tetap sambungan internasional;
d.      penyelenggaraan jaringan tetap tertutup.
(3) Penyelenggaraan jaringan bergerak dibedakan dalam :
a. penyelenggaraan jaringan bergerak terestrial;
b. penyelenggaraan jaringan bergerak seluler;
c. penyelenggaraan jaringan bergerak satelit.
(4) Ketentuan mengenai tata cara penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 10
(1)      Penyelenggara jaringan tetap lokal atau penyelenggara jaringan bergerak seluler atau penyelenggara jaringan bergerak satelit harus menyelenggarakan jasa teleponi dasar.
(2) Penyelenggara jaringan tetap lokal dalam menyelenggarakan jasa teleponi dasar wajib menyelenggarakan jasa telepon umum.
(3)      Penyelenggara jaringan tetap lokal dalam menyelenggarakan jasa telepon umum dapat bekerjasama dengan pihak ketiga.

Pasal 11
(1) Penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam menyediakan jaringan telekomunikasi dapat bekerjasama dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi luar negeri sesuai dengan izin penyelenggaraannya.
(2)    Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis.

Pasal 12
Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib memenuhi setiap permohonan dari calon pelanggan jaringan telekomunikasi yang telah memenuhi syarat-syarat berlangganan jaringan telekomunikasi sepanjang jaringan telekomunikasi tersedia.

Bagian Ketiga
Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi

Pasal 13
Dalam penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, penyelenggara jasa telekomunikasi menggunakan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.

Pasal 14
(1)   Penyelenggaraan jasa telekomunikasi terdiri dari:
a.       penyelenggaraan jasa teleponi dasar;
b.      penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi;
c.       penyelenggaraan jasa multimedia;
(2)   Ketentuan mengenai tata cara penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 15
(1)  Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib menyediakan fasilitas telekomunikasi untuk menjamin kualitas pelayanan jasa telekomunikasi yang baik.
(2)      Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memberikan pelayanan yang sama kepada pengguna jasa telekomunikasi.
(3)      Dalam menyediakan fasilitas telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mengikuti ketentuan teknis dalam Rencana Dasar Teknis.
(4)     Ketentuan mengenai Rencana Dasar Teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 16
(1) Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mencatat/merekam secara rinci pemakaian jasa telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna telekomunikasi.
(2) Apabila pengguna memerlukan catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyelenggara telekomunikasi wajib memberikannya.

Pasal 17
(1)   Catatan/rekaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 disimpan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.
(2) Penyelenggara jasa telekomunikasi berhak memungut biaya atas permintaan catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi.

Pasal 18
(1)   Pelanggan jasa telekomunikasi dapat mengadakan sendiri perangkat akses dan perangkat terminal pelanggan jasa telekomunikasi.
(2) Instalasi perangkat akses di rumah dan atau gedung dapat dilaksanakan oleh instalatur yang memenuhi persyaratan.

Pasal 19
Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memenuhi setiap permohonan dari calon pelanggan telekomunikasi yang telah memenuhi syarat-syarat berlangganan jasa telekomunikasi sepanjang akses jasa telekomunikasi tersedia.

PENYIDIKAN
Pasal 44
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a.     melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
b.   melakukan pemeriksaan terhadap orang dan/atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
c.       menghentikan penggunaan alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang
dari ketentuan yang berlaku.
d.      memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka.
e.    melakukan pemeriksaan alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau       diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
f.     menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
g.     menyegel dan/atau menyita alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
i.        mengadakan penghentian penyidikan.

(3) Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.

SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 45
Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1),Pasal 18 ayat (2),pasal19,pasal 21,Pasal 25 ayat (2),Pasal 26 ayat (1),Pasal 29 ayat (1),Pasal 29 ayat (2),Pasal 33 ayat (1),Pasal 33 ayat (2),Pasal 34 ayat (1),Pasal 34 ayat (2) dikenai sanksi administrasi. 

Pasal 46
(1)  Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin (2)  Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi peringatan tertulis. 

KETENTUAN PIDANA
Pasal 47
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1),dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 48
Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 49
Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 50
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

 Pasal 51
Penyelenggara komunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1 ataau Pasal 29 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). 

Pasal 52
Barang siapa memperdagangkan,membuat,merakit,memasukan atau menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 53
(1)  Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2) dipidana dengan penjara pidana paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). (2)  Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 54
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau Pasal 36 Ayat (2),dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua raatus juta rupiah).

Pasal 55
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38,dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 56
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40,dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 57
Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1),dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 58
Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 52,atau Pasal 56 dirampas oleh negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 59
Perbuataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 49,Pasal 50,Pasal 51,Pasal 52,Pasal 53,Pasal 54,Pasal 55,Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.

Penjelasan UU No.36 Tentang Telekomunikasi

Undang-undang Nomor 36 Tahun tentang Telekomunikasi, pembangunan dan penyelenggaraan telekomunikasi telah menunjukkan peningkatan peran penting dan strategis dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintah an, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan nusantara, dan memantapkan ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antar bangsa. Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat mendorong terjadinya perubahan mendasar, melahirkan lingkungan telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk hasil konvergensi dengan teknologi informasi dan penyiaran sehingga dipandang perlu mengadakan penataan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional.

Tujuan Penyelenggaraan Telekomunikasi

Tujuan penyelenggaraan telekomunikasi yang demikian dapat dicapai, antara lain, melalui reformasi telekomunikasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan telekomunikasi dalam rangka menghadapi globalisasi, mempersiapkan sektor telekomunikasi memasuki persaingan usaha yang sehat dan profesional dengan regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil dan menengah. Dalam pembuatan UU ini dibuat karena ada beberapa alasan,salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi dan untuk manjaga keamanan bagi para pengguna teknologi informasi.
 
Berikut adalah beberapa pengertian yang terdapat dalam UU No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi:



1.  Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya;
2.    Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
3.    Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi;
4. Sarana dan prasarana tetekomunikasi adalah segala sesuatu yang memungkinkan dan mendukung berfungsinya telekomunikasi;
5.     Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio;
6.     Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
7.     Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;
8.    Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara;
9. Pelanggan adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak;
10. Pemakai adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak;
11.   Pengguna adalah pelanggan dan pemakai;
12. Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
13.   Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan, dan pengoperasiannya khusus;
14. Interkoneksi adalah keterhubungan antarjaringan telekomunikasi dan penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda;
15.  Menteri adalah Menteri yang ruang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.

Keterbatasan UU Telekomunikasi Dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi (UU ITE)

Berikut adalah salah satu contoh pasal yang terdapat pada Undang-Undang No 36 Tahun 1999:

Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.

Dari definisi tersebut, maka kita simpulkan bahwa Internet dan segala fasilitas yang dimilikinya merupakan salah satu bentuk alat komunikasi karena dapat mengirimkan dan menerima setiap informasi dalam bentuk gambar, suara maupun film dengan sistem elektromagnetik.

Penyalahgunaan Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi dapat dikenakan sanksi dengan menggunakan Undang-Undang ini, terutama bagi para hacker yang masuk ke sistem jaringan milik orang lain sebagaimana diatur pada Pasal 22, yaitu Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi:

a) Akses ke jaringan telekomunikasi
b) Akses ke jasa telekomunikasi
c) Akses ke jaringan telekomunikasi khusus


Menurut saya berdasarkan UU No.36 tentang telekomunikasi, disana tidak terdapat batasan dalam penggunaan teknologi informasi, karena penggunaan teknologi informasi sangat berpengaruh besar untuk negara kita. Karena kita dapat secara bebas memperkenalkan kebudayaan kita kepada negara-negara luar untuk menarik minat para turis asing dan tekhnologi informasi juga dapat digunakan oleh para pengguna teknologi informasi dibidang apapun.

Jadi keuntungannya juga dapat dilihat dari segi bisnis. Yaitu kita dengan bebas dan luas dapat memasarkan bisnis dalam waktu singkat. Jadi kesimpulannya menurut saya adalah, penggunaan teknologi informasi tidak memiliki batasan, karena dapat mnguntungkan dalam semua pihak.


UNDANG-UNDANG TENTANG PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI


UUD no 19 tahun 2002 tentang HAK CIPTA
Menjelaskan :
1.      Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta
2.      Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan
3.      Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya
4.      Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta
5.      Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya
6.      Permohonan adalah Permohonan pendaftaran Ciptaan yang diajukan oleh pemohon kepada Direktorat Jenderal 
7.      Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait

            Pada dasarnya, hak cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”. Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau “ciptaan”. Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti, paten yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
             Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu yang berlaku saat ini Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut pengertian hak cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal 1 ayat 1).
            Fungsi dari Hak Cipta itu sendiri adalah memberikan Hak atau kekuasaan terhadap pencipta atau pemegang hak cipta untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.


Contoh kasus :
1.      Perkara gugatan pelanggaran hak cipta logo cap jempol pada kemasan produk mesin cuci merek TCL.
2.      Perseteruan Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) dengan restoran cepat saji A&W (20/3/2006)
UUD Telekomunikasi no 36 tahun 1999
            UU Telekomunikasi berguna untuk membatasi penggunaan jalur telekomunikasi dan hal-hal lain yang menyangkut per telekomunikasian. Bahwa penyelenggaraan telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, mernperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antarbangsa; bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi.
             Tujuan penyelenggaraan telekomunikasi dalam ketentuan ini dapat dicapai, antara lain, melalui reformasi telekomunikasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan telekomunikasi dalam rangka menghadapi globalisasi, mempersiapkan sektor telekomunikasi memasuki persaingan usaha yang sehat dan profesional dengan regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil dan menengah." dari kutipan penjelasan tersebut jelas bahwa sektor komunikasi sudah memiliki asa hukum yang jelas dalam menyatakan pendapat. Tetapi, saat ini masih ada saja masyarakat yang di pidanakan hanya karena sebuah surat elektonik. Sungguh tidak sesuai dengan apa yang tercantum pada Undang-Undang.
Contoh kasus
1.      Bocornya Data Pelanggan Telekomunikasi
            Jika dugaan kebocoran benar, hal itu pelanggaran terhadap Undang-Undang (UU), itu pelanggaran terhadap Undang-Undang karena menurut UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, data pelanggan telekomunikasi harus dirahasiakan. pihak-pihak yang mungkin membocorkan adalah perusahaan telekomunikasi atau bank. Perusahaan-perusahaan telekomunikasi tentu saja memiliki data-data para pelanggan mereka. Sedangkan bank-bank biasanya memiliki klausul agar para nasabah mereka menyetujui jika bank-bank ingin memberi tahu pihak ketiga tentang data-data para pelanggan dalam rangka promosi dan lain-lain
2.      SMS Sampah
            Menurut Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia, SMS sampah seperti itu termasuk dilarang sebagaimana yang dimaksudkan dalam UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Dalam Pasal 21 UU itu disebutkan, penyelenggara jasa telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan dinilai bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan atau ketertiban umum. Jika dikaitkan dengan ketentuan UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, masyarakat dapat menuntut operator telepon selular karena tidak mengindahkan kenyamanan mereka selaku konsumen telekomunikasi.

UUD Informasi Tekhnologi dan transaksi elektronik(ITE)
            Saat ini kemajuan teknologi dan informasi berjalan dengan sangat cepat. Adanya internet memungkinkan setiap orang mudah untuk mengakses informasi dan bertransaksi dengan dunia luar. Bahkan internet dapat menciptakan suatu jaringan komunikasi antar belahan dunia sekalipun.
            UU ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan hukum yang seringkali dihadapi diantaranya dalam penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.  Hal tersebut adalah sebuah langkah maju yang di tempuh oleh pemerintah dalam penyelenggaraan layanan informasi secara online yang mencakup beberapa aspek kriteria dalam penyampaian informasi.

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a.       mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia.
b.      mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
c.        meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan public
d.       membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
e.       memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.

Contoh kasus :
i.                   Indoleaks Numpang Popularitas Wikileaks
Meskipun bisa dikategorikan membahayakan, situs Indoleaks belum bisa dijerat UU ITE. Karena sebagaimana yang dituliskan dalam UU ITE Pasal 32 ayat (3), “Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya”. Dengan artian bahwa barangsiapa yang menyebarkan informasi yang bersifat rahasia dengan seutuhnya maka tidak termasuk melanggar peraturan UU ITE, sehingga celah tersebut lah yang dimanfaatkan Indoleaks
       ii.            Blogger Terancam Undang-Undang Wikileaks
Akhir-akhir ini, pengguna blog ekstra waspada. Pasalnya, jika materi blog dianggap menghina seseorang, pemilik blog tersebut bisa diancam pidana penjara enam tahun dan denda Rp 1 miliar. Adalah Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menyebutkan ancaman itu. Secara lengkap, ayat itu berbunyi “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” Selanjutnya, tercantum di Pasal 45 UU ITE, sanksi pidana bagi pelanggar pasal 27 ayat (3) yaitu penjara enam tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar. Kehadiran pasal itu membuat geram para blogger, lembaga swadaya masyarakat pemilik situs, dan para pengelola situs berita online. Mereka merasa terancam haknya menyiarkan tulisan, berita, dan bertukar informasi melalui dunia maya. Pasal itu dianggap ancaman terhadap demokrasi. Kini, mereka ramai-ramai mengajukan permohonan pengujian Pasal 27 ayat (3) UU ITE kepada Mahkamah Konstitusi karena bertentangan dengan Pasal 28F UUD 1945.
     iii.             ICW Dukung Putusan MK Hapus Pasal Penyadapan
Indonesian Corruption Watch (ICW) mendukung langkah Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus pasal aturan tentang tata cara penyadapan. Karena, jika pasal ini tidak dihapuskan akan menghambat upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberantas korupsi. Menurut Wakil Koordinator ICW, Emerson Yuntho, dalam melakukan tugasnya, biasanya KPK menyadap nomor telepon kalangan eksekutif. Jika pasal tentang penyadapan ini diberlakukan, maka pada ujungnya Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) selaku eksekutif yang mengendalikan aturan penyadapan ini. Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan pasal 31 ayat 4 UU/11/ 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal tersebut mengatur tentang tata cara penyadapan.

3.     A. Cari Tentang Prosedur Pendirian Usaha Di Bidang IT
Badan usaha adalah kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Badan Usaha seringkali disamakan dengan perusahaan walaupun pada kenyataannya berbeda. Perbedaan utamanya, Badan Usaha adalah lembaga sementara perusahaan adalah tempat dimana Badan Usaha itu mengelola faktor-faktor produksi.
Alasan mengapa mendirikan badan usaha adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup, bebas dan tidak terikat, dorongan sosial, mendapat kekuasaan, ataupun melanjutkan usaha orang tua. Faktor-faktor yang harus dihadapi dalam pendirian badan usaha adalah barang dan jasa yang akan dijual, pemasaran barang dan jasa, penentuan harga, pembelian, kebutuhan tenaga kerja, organisasi intern, pembelanjaan, dan jenis badan usaha yang akan dipilih.

Prosedur pendirian Badan Usaha adalah :
1. Mengadakan rapat umum pemegang saham
Sebelum mendirikan badan usaha terlebih dahulu harus diadakan rapat umum semua pemegang saham.
2. Dibuatkan akte notaris
Pada akte notaris harus tercantum nama-nama pendiri, komisaris, direksi, bidang usaha, tujuan perusahaan
didirikan
3. Didaftarkan di pengadilan negeri
Badan usaha yang akan didirikan harus di daftrakan di pengadilan negeri. Dokumen berisi  izin domisili,
surat tanda daftar perusahaan (TDP), NPWP, bukti diri masing-masing
4. Diberitahukan dalam lembaran negara
Lembaran negara ini berupa legalitas dari departemen kehakiman.
Adapun beberapa alasan pendirian suatu badan usaha adalah:
• untuk hidup,
• bebas dan tidak terikat,
• dorongan sosial,
• mendapat kekuasaan, atau
• melanjutkan usaha orang tua.

Faktor–faktor yang harus dihadapi atau diperhitungkan di dalam pendirian suatu badan usaha, khususnya di bidang IT adalah:
• Barang dan Jasa yang akan dijual
• Pemasaran barang dan jasa
• Penentuan harga
• Pembelian
• Kebutuhan Tenaga Kerja
• Organisasi intern
• Pembelanjaan
• Jenis badan usaha yang akan dipilih, dll.

Di dalam pendirian suatu badan usaha, ada terdapat beberapa fungsi yang akan terlibat di dalam bisnis-nya:

• Manajemen: cara karyawan dan sumber-sumber lain digunakan oleh perusahaan.
• Pemasaran: cara produk/jasa dikembangkan, diberi harga, didistribusikan dan dipromosikan kepada pelanggan.
• Keuangan: cara perusahaan mendapatkan dan menggunakan dana untuk operasi bisnisnya
• Akuntansi: ringkasan dan analisis suatu kondisi keuangan suatu perusahaan.
• Sistem Informasi: meliputi teknologi Informasi, masyarakat dan prosedur yang bekerja sama untuk memberikan Informasi yang cocok kepada karyawan perusahaan sehingga mereka dapat membuat keputusan bisnis.

• Mengadakan rapat umum pemegang saham.
• Dibuatkan akte notaris (nama-nama pendiri, komisaris, direksi, bidang usaha, tujuan perusahaan didirikan).
• Didaftarkan di pengadilan negeri (dokumen : izin domisili, surat tanda daftar perusahaan (TDP), NPWP, bukti diri masing-masing).
• Diberitahukan dalam lembaran negara (legalitas dari dept. kehakiman).

Perizinan pembuatan badan usaha perlu dirancang agar dalam pelaksanaan kegiatan, para pelaku dunia usaha menyadari akan tanggung jawab dan tidak asal dalam melakukan praktik kerja yang dapat merugikan orang lain atau bahkan Negara. Peraturan perizinan memliki mata rantai prosedur yang panjangnya bergantung pada skala perusahaan yang akan didirikan. Adapun yang menjadi pokok yang harus diperhatikan dalam hubungannya dengan pendirian badan usaha ialah :

I. Tahapan pengurusan izin pendirian
Bagi badan usaha skala besar hal ini menjadi prinsip yang paling penting demi kemajuan dan pengakuan atas perusahaan yang bersangkutan. Hasil akhir pada tahapan ini adalah sebuah izin prinsip yang dikenal dengan Letter of Intent yang dapat berupa izin sementara, izin tetap hingga izin perluasan.
Untuk beerapa jenis badan usaha lainnya misalnya, sole distributor dari sebuah merek dagang, Letter of Intent akan memberi turunan berupa Letter of Appointment sebagai bentuk surat perjanjian keagenan yang merupakan izin perluasan jika perusahaan ini memberi kesempatan pada perusahaan lain untuk mendistribusikan barang yang diproduksi.




Berikut ini adalah dokumen yang diperlukan pada tahapan ini :
-     Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
-     Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
-     Bukti diri

Serta perizinan yang perlu dipenuhi dalam badan usaha tersebut yaitu :
-     Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
-     Surat Izin Usaha Industri (SIUI)

II. Tahapan pengesahan menjadi badan hukum
Tidak semua badan usaha harus berbadan hukum. Akan tetapi setiap badan usaha yang memang dimaksudkan untuk ekspansi atau berkembang menjadi berskala besar maka hal yang harus dilakukan untuk mendapatkan izin atas kegiatan yang dilakukannya tidak boleh mengabaikan hukum yang berlaku.
Izin yang mengikat suatu bentuk badan usaha tertentu di Indonesia memang terdapat lebih dari satu macam. Adapun pengakuan badan hukum bisa didasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), hingga Undang-Undang Penanaman Modal Asing ( UU PMA ).

III. Tahapan penggolongan menurut bidang yang dijalani
Badan usaha dikelompokkan kedalam berbagai jenis berdasarkan jenis bidang kegiatan yang dijalani. Berkaitan dengan bidang tersebut, maka setiap pengurusan izin disesuaikan dengan departemen yang membawahinya seperti kehutanan, pertambangan, perdagangan, pertanian dsb.

IV. Tahapan mendapatkan pengakuan, pengesahan dan       izin dari departemen lain
Departemen tertentu yang berhubungan langsung dengan jenis kegiatan badan usaha akan mengeluarkan izin. Namun diluar itu, badan usaha juga harus mendapatkan izin dari departemen lain yang pada nantinya akan bersinggungan dengan operasional badan usaha misalnya Departemen Perdagangan mengeluarkan izin pendirian industri yaitu berupa SIUP.



































Draf Kontrak Kerja Untuk Proyek TI

SURAT PERJANJIAN KONTRAK KERJA
SERVICE DAN PERAWATAN KOMPUTER


Yang bertanda tangan dibawah ini :

• NAMA : SUHANDRI UTOMO
• JABATAN : KEPALA MANAJER
• PERUSAHAAN : COURAGE COOPERATION
• ALAMAT : CYBER BUILDING, Lt. 7, JL. KUNINGAN BARAT NO. 8, KUNINGAN, JAKARTA SELATAN, DKI JAKARTA 12710

• Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama PT. LANDLINE, selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.

• NAMA : JOHN NEWMAN
• JABATAN : TEKNISI
• PERUSAHAAN : COMPUTER DOCTOR AND CARE
• ALAMAT : ADS BUILDING, Lt. 3, JL. PANJANG NO. 71, KEBON JERUK, JAKARTA BARAT, DKI JAKARTA 11510

• Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama COMPUTER DOCTOR AND CARE, selanjutnya disebut PIHAK KEDUA.

• Bahwa Pihak Kedua adalah seorang Teknisi Freelance yang bergerak dalam
bidang usaha jasa dan perdagangan informasi teknologi.
• Bahwa antara Kedua belah pihak telah mufakat untuk mengadakan perjanjian kontrak service pemeliharaan dan perbaikan komputer pada kantor Pihak Pertama dengan biaya sebesar
Rp. 15.000.000 / Bulan



• Dengan ketentuan sebagai berikut :
Pasal 1
BENTUK KONTRAK KERJA


1. Bentuk kontrak kerja adalah pelaksanaan kegiatan Maintenance Support and Services (Jasa Perbaikan Komputer (CPU, Monitor dan Printer), Networking Maintenence and Installation (Instalasi dan perawatan Jaringan), Hardware and Software Computer Procurement (Pengadaan Hardware dan Software Komputer)
2. Daftar, jumlah dan klasifikasi komputer (CPU, Monitor, Printer) yang menjadi tanggung jawab Pihak Kedua sebagaimana terlampir.
Pasal 2
RUANG LINGKUP KERJA


• Ruang lingkup kerja jasa perbaikan komputer adalah sebagai berikut :
1. Seluruh CPU (Central Processing Unit), daftar dan spesifikasinya sesuai dengan pasal 1 ayat 2 sebagaimana terlampir. Khusus untuk pelaksanaan service printer dan monitor dilakukan dengan kesepakatan baru diluar perjanjian yang telah disepakati ini
2. Install software dan perbaikan installasi jaringan (LAN), tidak termasuk konfigurasi ulang kabel dan instalasi kabel jaringan baru
Pasal 3
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN


• Jangka waktu pelaksanaan kontrak kerja jasa service komputer ini berlangsung selama 2 Bulan, dan kontrak kerja ini dapat diperpanjang untuk masa kerja Bulan berikutnya dengan ketentuan yang sama dan atau ada beberapa perubahan yang disepakati bersama.
Pasal 4
SISTEM KERJA


1. Pihak Kedua akan melakukan kunjungan service wajib sebanyak dua kali dalam sebulan
2. Pihak Kedua akan melakukan kunjungan service wajib ke tempat Pihak Pertama minggu pertama dan minggu ketiga tiap bulannya.
3. Diluar kunjungan service Pihak Kedua wajib memenuhi setiap panggilan Pihak Pertama apabila ada perangkat komputer/jaringan yang rusak selambat-lambatnya 2 x 24 Jam Pihak Kedua sudah harus memperbaiki perangkat komputer tersebut
Pasal 5
ANGGARAN BIAYA


1. Pihak Pertama setuju untuk membayar jasa perbaikan bulanan komputer kepada Pihak Kedua sesuai dengan kontrak yang telah disepakati
2. Khususnya untuk Monitor dan Printer pembayaran dilakukan diluar kontrak service dengan kesepakatan baru sesuai perjanjian kedua belah pihak
3. Jasa perbaikan service komputer dan jaringan sebagaimana dimaksud pada pasal 5 ayat (1) belum termasuk biaya untuk penggantian spare part
4. Penyesuaian biaya jasa perbaikan computer akan dilakukan setiap 3 bulan sekali atau dengan kesepakatan bersama.
Pasal 6
PEMBAYARAN JASA SERVICE


• Pembayaran jasa service komputer dilakukan oleh Pejabat Bagian Keuangan yang ditunjuk oleh Pihak Pertama setelah mendapatkan surat tagihan yang disampaikan oleh Pihak Kedua paling lambat tanggal 20 (dua puluh) setiap bulannya.
Pasal 7
HAK DAN KEWAJIBAN


• Kewajiban Pihak Pertama
1. Menyediakan ruangan dan fasilitas kerja bagi Pihak Kedua untuk melakukan kegiatan, terutama untuk kegiatan-kegiatan sevice besar
2. Membayarkan jasa service kepada Pihak Kedua paling lambat tanggal 20 setiap bulannya
3. Membayar penggantian pembelian komponen (spare part) yang dilakukan oleh Pihak Kedua atas persetujuan dari Pihak Pertama
4. Semua Spare Part yang dibeli mendapatkan garansi dari Pihak Kedua disesuaikan dengan jenis barang yang dibeli

• Hak Pihak Pertama
1. Memberikan peringatan (teguran) baik secara lisan atau tertulis jika Pihak Kedua tidak menjalankan tugas dan kewajibannya
2. Memotong biaya jasa service dan atau menunda pembayaran dalam jangka waktu tertentu jika Pihak Kedua tidak menjalankan tugas dan kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak
3. Pihak pertama berhak mendapatkan jaminan kepada Pihak Kedua bahwa semua perlengkapan (komputer) yang ada di Lab / Kantor dalam keadaan baik (dapat beroperasi dengan baik), dan semua komponen (spare part) yang diganti mendapatkan garansi (garansi spare part tidak termasuk jika terbakar atas kesalahan petugas (user) di kantor dan atau atas bencana alam)
4. Berhak mendapatkan perlindungan data dan jaminan kerahasiaan data dari Pihak Kedua.

• Kewajiban Pihak Kedua
1. Melakukan kegiatan service dan memperbaiki semua perlengkapan komputer yang ada di tempat Pihak Pertama dari kerusakan dan keausan
2. Membuat rencana kerja/service bulanan.
3. Memberikan ide-ide dan saran yang dikira perlu kepada Pihak Pertama demi keamanan penggunaan Komputer
4. Memberikan jaminan atas kerahasiaan data Pihak Pertama tanpa terkecuali

• Hak Pihak kedua
1. Mendapatkan pembayaran jasa service komputer setiap bulan
2. Meminta penggantian uang atas pembelian spare part yang diganti sesuai dengan bukti pembelian spare part
3. Memberikan masukan dan pertimbangan khusus kepada Pihak Pertama atas kegiatan yang dilakukan oleh pegawai dan petugas kantor (perangkat komputer rusak akibat kelalian user/pengguna)
Pasal 8
SILANG SENGKETA


1. Jika kemudian hari terjadi silang sengketa antara kedua belah pihak dalam suatu hal maka akan diselesaikan melalui jalan musyawarah, dan jika tidak tercapai kesepakatan maka perjanjian ini dapat dibatalkan oleh kedua belah pihak
2. Sebelum Perjanjian Kontrak kerja ini dibatalkan, seluruh pihak yang terikat dalam perjanjian kerjsama ini harus terlebih dahulu melaksanakan dan mematuhi semua akad-akad perjanjian sesuai hak dan kewajibannya pada saat kontrak ini dibatalkan
3. Dan atau pada saat pembatalan kontrak kerja ini, Pihak Pertama harus melunasi semua pembayaran yang tertunda dan Pihak Kedua harus memperbaiki dan melengkapi semua perangkat Lab/Kantor (komputer) dan melaporkannya kepada Pihak Pertama
Pasal 9
LAIN-LAIN


• Hal-hal yang belum diatur dalam surat perjanjian kerjasama ini akan dibicarakan kemudian hari dan akan dicatatkan pada lampiran tambahan surat kesepakatan kontrak kerja service komputer ini.
Pasal 10
PENUTUP


1. Surat perjanjian kerjasama ini dibuat tanpa ada tekanan dan paksaan sedikitpun.
2. Surat perjanjian kontrak kerja service komputer ini dibuat rangkap 2 (dua) diatas kertas bermatrai cukup dengan mempunyai kekuatan hukum yang sama.

Jakarta, 6 Mei 2016


 PIHAK PERTAMA                                                                                   PIHAK KEDUA
KEPALA MANAJER                                                                                       TEKNISI



SUHANDRI UTOMO                                                                              JOHN NEWMAN