PT Regio Aviasi Industri (RAI), PT
Ilthabi Rekatama, PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dan PT Eagle Capital
milik BJ Habibie akan berencana untuk bersama-sama membangun pesawat
komersial R80.
Ilham Habibie, sebagai Komisaris PT RAI,
perusahaan rancang bangun dan subkontraktor pesawat terbang yang juga
anak BJ Habibie, mengatakan, pesawat canggih ini akan diproduksi di
Jabar.
Rencananya, kata Ilham, pembuatan R80
akan melibatkan PT DI dan Pemprov Jabar. Menurut Ilham, dalam pertemuan
di Gedung Pakuan pada September 2014 lalu, telah dibahas komposisi saham
dalam pembuatan pesawat R80 tersebut.
Namun berapa persentasenya, masih dalam pembahasan. Adapun teknisnya saham itu bisa oleh individu, perusahaan, bahkan koperasi.
Pada tahap awal, PT RAI telah
mengalokasikan dana sebesar US$ 1 miliar. Setelah penandatanganan MoU,
pihaknya akan menindaklanjuti dengan mengerahkan sekitar 500 teknisi.
“R80 memiliki kemampuan terbang di atas 20.000 kaki dan mempunyai kapasitas penumpang yang cukup besar,” jelas Ilham.
Biaya pembuatan pesawat canggih ini
sekitar 500 ribu sampai 700 ribu dolar AS untuk engineering, prototipe,
dan pengujian pesawat terbang baik di darat maupun udara,” kata Ilham di
Gedung Pakuan pada Rabu (10/9/2014).
Pesawat R80 akan terbang di tahun 2018
Jika tak ada aral melintang, R80
diperkirakan rampung penyelesaiannya pada tahun 2018. Rencananya,
pesawat dengan 80 tempat duduk itu akan melakukan penerbangan perdana di
Bandara Internasional Jawa Barat di Kertajati, Kabupaten Malajengka,
pada 2018.
Di tempat yang sama, BJ Habibie
mengatakan bangsa Indonesia mampu membuat pesawat terbang sendiri.
Buktinya, kata Habibie, bangsa Indonesia mampu memproduksi pesawat N250
yang dapat terbang pada tahun 1995 lalu.
“Wilayah Indonesia tidak bisa hanya
dihubungkan dengan kereta api, mobil, atau kendaraan darat lainnya.
Pesawat terbang sangat bermanfaat untuk kondisi geografis di Indonesia.
Populasi penduduk di Indonesia sangat banyak dan wilayah Indonesia
terdiri dari 17.000 pulau, tentu dibutuhkan transportasi yang bukan
hanya transportasi darat. Maka dari itu, pesawat sangatlah penting,”
kata Habibie.
Selain itu, kata Habibie, ia berharap PT
DI dapat kembali berjaya seperti dulu. Satu-satunya cara untuk kembali
berjaya, kata Habibie, adalah memproduksi pesawat terbang sendiri.
Fase Pembuatan, Disain dan Rancang Bangun
Direktur Teknologi dan Pengembangan PT DI
Andi Alisyahbana mengatakan, fase pertama proyek ini adalah tahap
konfigurasi. Pada tahap ini akan dipastikan soal jumlah penumpang karena
menyangkut segmen pasar.
“Pertama konfigurasi, yaitu menentukan
jumlah penumpang, apakah sayap mau atas bawah. Rasanya akan menuju 80
penumpang,” katanya usai acara penyerahan helikopter Dauphin pesanan
Basarnas di Lanudal Pondok Cabe Tangerang Selatan, Selasa (18/2/2014).
Andi menjelaskan, dari sisi pasar untuk
pesawat R80 belum memiliki pesaing. Saat ini, tidak ada produsen pesawat
di dunia yang bermain pada kelas 80 penumpang.
“Kalau ATR juga kapasitasnya tidak sampai 80 orang. Kita masuk di pasar yang belum ada pemainnya,” terangnya.
Selanjutnya, pada fase kedua PT DI dan PT
RAI akan masuk ke tahap desain awal. Targetnya prosesnya dimulai tahun
2015. “Habis itu, preliminary design, bentuknya nanti mau gimana. Itu
Insya Allah kita mulai tahun depan, karena ini tergantung dana,”
jelasnya.
Tahap terakhir, PT DI dan PT RAI akan
memasuki fase terberat yaitu detail design. Fase ini nantinya akan
masuki tahap pembuatan purwarupa (prototype) hingga sertifikasi pesawat.
Pesawat N250 menurutnya telah berwujud prototype namun belum
mengantongi sertifikasi kelaikan terbang dari lembaga internasional.
“Paling berat nanti detail design, nanti
membuat prototype,” jelasnya. Harapannya pesawat bermesin turboprop ini
bisa dijual ke publik mulai tahun 2020. Namun syaratnya proses
pembiayaan pengembangan pesawat ini berjalan lancar.
“Kalau nanti R80 jadi, yang penting
pendanaan, kalau PT DI siap semuanya. Kalau dengan RAI berarti dari
swasta, mereka pemilik program, kami sebagai kontraktor saja,” jelasnya.
Seperti diketahui, Mantan Presiden BJ Habibie memiliki keinginan dan
mimpi besar memajukan industri dirgantara di Tanah Air.
Spesifikasi R-80
Berikut ini adalah spesifikasi dari pesawat R80:
Number of Passenger: 80 – 92 Pax
Speed :
– Economical Speed 290 Knots
– Maximum Speed 330 Knots
– Economical Speed 290 Knots
– Maximum Speed 330 Knots
Range
– Design Range at 7600 kg Payload 800 Nm
– Range at maximum Payload 8,780 kg 400 Nm
– Design Range at 7600 kg Payload 800 Nm
– Range at maximum Payload 8,780 kg 400 Nm
Payload
– Design Payload at 800 Nm 7600 Kg
– Maximum Payload at 400 Nm 8780 Kg
– Design Payload at 800 Nm 7600 Kg
– Maximum Payload at 400 Nm 8780 Kg
Altitude
– Maximum Cruising Altitude 25,000 Ft
– OEI Altitude 17,500 Ft
– Maximum Cruising Altitude 25,000 Ft
– OEI Altitude 17,500 Ft
Field Performance
– Take Off Field Length, ISA, SL 4,500 Ft
– Landing Field Length, ISA, SL 4,500 ft
– Take Off Field Length, ISA, SL 4,500 Ft
– Landing Field Length, ISA, SL 4,500 ft
Propulsion
– Twin Turboprops 4,600 Shp
– Propeller Diameter, 6 Blades 13,5 Ft
– Twin Turboprops 4,600 Shp
– Propeller Diameter, 6 Blades 13,5 Ft
Weight
– Maximum Take Off Weight 27,500 Kg
– Operating Empty Weight 16,900 Kg
– Maximum Take Off Weight 27,500 Kg
– Operating Empty Weight 16,900 Kg
Penyempurnaan dari N250
Menurut BJ Habibie yang mantan Presiden
ke-3 Republik ini, Pesawat R80 tersebut merupakan revolusi dari pesawat
pada tahun 1995 lalu yaitu N250.
Namun secara teknologi sudah jauh lebih canggih. Secara by pass
rasio 40 dan bisa lebih hemat bahan bakar mencapai 30 persen. Pesawat
ini juga dapat dikendalikan secara elektronik atau dikenal istilah fly by wire.
Selain itu, baling-baling yang ada di
sayap juga termasuk teknologi baru, karena dapat menentukan antara angin
dingin dan angin panas yang dihasilkan dari mesin.
Dengan teknologi-teknologi ini, maka pesawat dapat melaju dengan kecepatan jauh lebih tinggi, namun tetap efisien.
Sedangkan Presiden Direktur PT Ilthabi
Rekatama, Ilham Habibie juga menyebut pesawat ini adalah penyempurnaan
dari N250 rancangan bapaknya itu. Pesawat R80 ini sekitar 70 persen
berbeda dengan pesawat N250.
“Misalnya, badan pesawat lebih besar
dengan jumlah kursi bertambah dari 60-80 menjadi 80 kursi, mesin dan
sistem pengendalian juga beda,” kata dia.
“N250 itu dikembangkan untuk 50-60 penumpang, kalau R80 ini untuk 80-90 penumpang dan secara teknologi sangat berbeda, misalkan handphone saja buatan 1998 sama yang 2014 tentu sudah pasti beda, sehingga R80 akan ada perubahan drastis secara teknologi,” ungkapnya.
Masih menurut Ilham, penggunaan bahan
bakar pesawat anyar ini diharapkan lebih ekonomis dibandingkan pesawat
lainnya yang biasanya menghabiskan 50 persen bahan bakar. “Kami harap
ini lebih hemat karena faktor terbesar dari industri bergantung pada
bahan bakar,” ujar Ilham.
RAI Kebanjiran Pesanan Pesawat R80
Jadi saja belum, namun PT Regio Aviasi
Industri (RAI), perusahaan rancang bangun dan subkontraktor pesawat
terbang yang didirikan PT Ilthabi Rekatama dan PT Eagle Capital milik BJ
Habibie, mulai kebanjiran pesanan pesawat R80 ini.
Hingga saat ini, RAI telah mendapat pesanan pembuatan 125 pesawat jenis R80 yang akan digarap PT Dirgantara Indonesia (PT DI).
Presiden Direktur RAI, Agung Nugroho mengatakan, pihaknya telah menyepakati letter of intent (LOI) untuk permintaan yang datang dari maskapai, masing-masing adalah:
- KalStar Aviation sebanyak 25 unit, dan
- NAM Air sebanyak 100 unit
- Akan menyusul pembelian: Wings Air dan Sriwijaya Air.
Sementara itu, NAM Air merupakan salah
satu maskapai yang akan memakai armada buatan RAI tersebut. Direktur
Utama Sriwijaya Air, Chandra Lie mengungkapkan, pihaknya sangat yakin
dengan produk dalam negeri ini dan ingin menjadikan NAM sebagai maskapai
pertama yang menggunakan R80.
“Saat launching NAM Air telah
ditandatangani kontrak pemesanan 50 R80 plus 50 pesawat lagi sebagai
opsi tambahan,” kata Chandra. Seperti diketahui, PT RAI menggandeng
sejumlah maskapai nasional untuk mengembangkan pesawat komersial R80,
yakni Wings Air, Sriwijaya Air, dan KalStar.
RAI memulai proyek perdananya dengan
mengembangkan pesawat komuter sipil regional R80. Pesawat berkapasitas
80-90 penumpang yang didesain dengan baling-baling turbo untuk
mengurangi konsumsi bahan bakar tersebut diperkirakan akan dijual
sekitar US$ 25 juta per unitnya, atau setara Rp. 250 miliar (jika kurs
US $1 = Rp IDR 10.000).
Ia mengungkapkan, bahwa harga tersebut belum pasti karena RAI memang belum fokus dalam penjualan, tetap masih fokus dalam feasibility studies dan preliminary design. Namun, dari segi harga R80 jauh lebih murah dibandingkan pesawat sejenis buatan Eropa yang harganya berkisar US$ 3 miliar.
“Dalam merancang pesawat, kami memakai dua pendekatan, yaitu user atau customer requirement.
Kami dekati pelanggan, mereka butuhnya pesawat yang seperti apa. Kami
desain sesuai kebutuhan. Poin kedua adalah safety. Pelanggan harus
diutamakan,” tuturnya.
Perlu diketahui pula, bahwa sebelum ini
Indonesia sudah membuat pesawat komersil, dan bukan N-250 yang terbang
ditahun 1995 lalu. Namun ini adalah pesawat N219 yang mampu mengangkut
penumpang sebanyak 19 orang, memiliki potensi yang besar di Indonesiadan
sudah mengantongi lebih dari 100 pesanan.
N-219
adalah pesawat multi fungsi bermesin dua yang dirancang oleh Dirgantara
Indonesia (D.I.) dengan tujuan untuk dioperasikan di daerah-daerah
terpencil.
Pesawat yang dibuat dengan memenuhi
persyaratan FAR 23 ini dirancang memiliki volume kabin terbesar di
kelasnya dan juga pintu fleksibel.
Selain itu, pesawat ini terbuat dari logam dan dirancang untuk mengangkut penumpang maupun kargo. (baca: Pesawat N-219 Buatan Indonesia, Sudah Kantongi 100 Pesanan)
BJ Habibie sempat menerbangkan pesawat
asli buatan Indonesia yaitu N250 pada tahin 1995 persis saat Indonsia
telah merdeka selama 50 tahun, namun dalam proses pengembangan dan
menuju sertifikasi gagal, karena proyeknya dihentikan atas rekomendasi
IMF (lihat video dibawah). Ia masih menjaga mimpinya untuk melihat
pesawat asli buatan anak bangsa terbang dan digunakan maskapai tanah air
dan dunia, dengan membuat R80.
Pesawat itu akan diproduksi PT Dirgantara
Indonesia layaknya pesawat terdahulu. Selain ahli yang sudah
terpercaya, secara alat juga sudah sangat memadai. “Kerja sama ini juga
bertujuan mengembalikan kejayaan PT DI sebagai pembuat pesawat terbang,”
ucap Ilham.
Menristek: Indonesia Akan Produksi Pesawat N219, N245 dan N270
CN-235NG-Jika N-219 model pesawatnya
telah sering dipamerkan, maka pesawat N-245 diperkirakan sebagai
CN-235NG sedangkan N-270 diperkirakan merupakan pengembangan dari
pesawat N-250. Menteri Riset dan Teknologi, Gusti Muhammad Hatta,
mengatakan, Indonesia akan memproduksi pesawat N219 pada 2014.
“Tahun 2012 lalu masih dalam tahap
desain, kemudian 2013 dibuatkan prototype dan 2014 akan diproduksi,”
ujar Menristek dalam lokakarya Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional
di Jakarta.
Pesawat yang mempunyai kapasitas 19
penumpang tersebut, akan melayani wilayah pegunungan dan sulit
dijangkau. Pesawat N219 adalah pesawat yang mempunyai dua baling-baling
dan hanya membutuhkan landasan 500 meter.
Tapi jika dilihat dari rencananya,
pesawat R80 tak disebutkan dalam perencanaan ini. Mungkinkah R80 adalah
nama tak resmi dari N-270? Bisa saja, karena pesawat itu belum dibuat,
belum diuji coba, apalagi mendapat sertifikat.
Mirip semua pesawat-pesawat di dunia,
pada saat pesawat mengudara atau belum dapat sertifikasi, akan mengubah
namanya terlebih dahulu, misal X-80 singkatan ‘X’ sebagai singkatan dari
“X-periment”, atau ‘P’ singkatan dari “Prototype” mungkinkah ‘R’
berarti baru “Rancangan”?
Namun yang jelas, jika pesawat R80 ini
sudah mengudara dan mendapat pengakuan sertifikat dari beberapa negara,
Indonesia akan semakin sejajar dengan negara-negara maju dalam teknologi
aviasi atau kedirgantaraan. (tribunnews/ detik/ sinarharapan/ berbagai sumber)